HUKUM HUTANG PIUTANG TERLENGKAP – Secara umum hutang piutang adalah memberikan pinjaman sejumlah uang kepada orang lain yang akan dibayarkan atau dilunasi pada jangka waktu tertentu yang sebelumnya telah disepakati.
Jika hutang dilakukan kepada perbankan atau pinjaman online maka jumlah yang dibayarkan berikut berserta bunganya.
Namun menurut pandangan Islam, hutang piutang adalah kegiatan memberikan sejumlah uang yang merupakan hak milik kepada orang lain, yang akan dikembalikan pada tanggal atau jangka waktu tertentu yang telah disepakati dan dalam jumlah yang sama (tanpa bunga).
Saat ini tingkat kasus hutang-piutang di Indonesia terus meningkat, terlebih setelah Indonesia dilanda pandemi Covid-19.
Salah satu kasusnya yaitu hutang piutang yang tidak dibayarkan. Lalu bagaimana penjelasan mengenai hukum hutang piutang yang benar?
Berikut ini adalah penjelasan mengenai hukum hutang piutang terlengkap yang dapat menambah wawasan Anda.
Berikut penjelasannya:
Syarat Hutang – Piutang Dianggap Sah
Agar hutang-piutang dapat diproses secara hukum, maka adanya hutang-piutang harus dah di mata hukum.
Adapun syarat-syarat hutang piutang yang sah menurut UUD Pasal 1320 KUHPerd, yaitu meliputi:
1. Sepakat
Sepakat diantara kedua belah pihak bahwa menyetujui dengan hitam diatas putih, dan membubuhkan tanda tangan perjanjian dengan materai.
Perjanjian tersebut dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.
2. Cakap atau mampu membuat perjanjian
Dalam hal ini cakap diartikan bahwa pelaku hutang piutang telah dewasa, bukan anak-anak yang masih dibawah pengawasan atau masih belum stabil.
Termasuk bukan orang-orang yang dalam Undang-Undang dilarang untuk membuat perjanjian.
3. Mengenai hal tertentu
Perjanjian tersebut menyangkut suatu hal atau objek yang jelas. Contohnya tanah, bangunan dan lain sebagainya.
4. Oleh sebab yang halal
Halal berarti bahwa perjanjian yang dilakukan berdasarkan itikad atau niat yang baik.
Bukan untuk tindak kejahatan atau hal lain yang sifatnya melanggar hukum.
Jadi itulah 4 komponen syarat suatu hutang piutang dianggap sah di mata hukum.
Terlepas dari empat poin di atas, maka suatu perjanjian dianggap tidak sah atau dibatalkan demi nama hukum.
BACA JUGA : 2 Metode Penyusunan Jurnal Piutang Tak Tertagih
Hukum Hutang Piutang Secara Hukum
Peraturan hutang piutang yang pertama yaitu secara harus sesuai dengan hukum.
Indonesia merupakan negara hukum yang menjadikan semuanya harus berdasarkan hukum sebagaimana mestinya, berikut ini beberapa aturan hutang-piutang menurut hukum yang diatur dalam :
- UU No. 10 Tahun 1998
Dalam UU ini mengatur tentang penggunaan kredit yang berisi mengenai perubahan UU No.77 Tahun 1992 tentang perbankan, dalam Pasal 1 angka 11 yang berbunyi bahwa:
Kredit adalah menyediakan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu.
- Pasal 1381 KUHper
Hukum hutang piutang terlengkap selanjutnya terdapat pada Pasal 1381 KUH Perdata yang menyebutkan 10 cara berakhirnya suatu perjanjian, yaitu antara lain:
- Pembayaran
- Penawaran pembayaran tunai
- Penyimpanan atau penitipan
- Pembaruan utang
- Kompensasi
- Pencampuran utang
- Pembebasan utang
- Musnahnya barang yang terutang
- Kebatalan atau pembatalan
- Berlakunya syarat pembatalan.
Nah tersebut di atas merupakan cara suatu perjanjian hutang–piutang agar berakhir penanggungannya.
Selain itu, hukum hutang piutang terlengkap dalam pasal 1381KUHper ini juga menjelaskan tentang akibat-akibat penanggungan antara debitur dan penanggung dan antara para penanggung.
Hubungan tersebut tidak lain yaitu berhubungan dengan dibayarnya hutang debitur terhadap kreditur.
Di samping itu,penanggung hutang juga berhak menuntut debitur, yaitu:
- Membayar pokok beserta bunga hutang.
- Penggantian biaya, kerugian dan bunga
Selain itu, penanggung juga berhak untuk menuntut debitur memberikan ganti rugi untuk dibebaskan dari suatu ikatan, meskipun sebelum debitur membayar hutangnya, yaitu:
- Bila ia digugugat di muka hakim untuk membayarnya
- Bila debitur berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu
- Bila utangnya sudah dapat ditagih karena telat melewati jangka waktu yang telah ditetapkan untuk pembayaran.
Jadi demikian beberapa hukum hutang-piutang menurut hukum. Indonesia merupakan negara dengan masyarakat mayoritas beragama Islam.
Selain diatur dalam hukum, hutang piutang juga diatur dalam Al-Qur’an menurut islam.
BACA JUGA : 3 Contoh Invoice Penagihan Agar Cepat Dibayar
Hukum Hutang Piutang Dalam Pandangan Islam
Sebagai seorang muslim hendaknya untuk mengetahui bagaimana hukum hutang piutang yang sesungguhnya menurut pandangan islam.
Dengan begitu Anda dapat menjauhi yang dilarang oleh Allah SWT mengenai hutang piutang.
Hukum hutang piutang terlengkap dalam pandangan islam adalah sebagai berikut:
- Surat Al – Baqarah ayat 275
“ …Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….”
Nah dari penggalan ayat diatas sudah jelas disebutkan bahwa Allah telah mengharamkan riba atau penetapan bunga hutang.
- Surat Ali- Imron Ayat 130
Dalam surat ini Allah juga melarang hambanya untuk memakan uang dari hasil riba, adapun Allah berfirman
“Hai orang-orang beriman janganlah kamu memakan riba…..”
- Syarat hutang piutang menurut Islam
Selain menjelaskan tentang larangan mendekati riba, Islam juga mengatur beberapa syarat hutang piutang. Yaitu:
- Harta atau benda yang dijadikan hutang piutang bersifat jelas dan merupakan sesuatu yang halal.
- Orang yang memberikan hutang tidak akan mengungkit dan menyakiti hati peminjam.
- Si peminjam meminjam harta atau benda tersebut untuk sesuatu yang baik, halal atau untuk mendapat ridho dari Allah SWT.
- Tidak memberikan riba atau kelebihan dari pokok pinjaman.
Jadi itulah beberapa dari hukum hutang piutang terlengkap dan dasar hutang piutang menurut pandangan Islam.
Sudah sangat jelas bahwa Allah memerintahkan kepada hambanya untuk senantiasa menjauhi riba.
BACA JUGA : Pengertian, Jenis, dan Mekanisme Obligasi Syariah
Aspek-Aspek Hutang Piutang
Sebelum melakukan hutang piutang, alangkah baiknya Anda mengetahui aspek-aspek hutang piutang, yaitu:
- Hutang piutang merupakan wilayah koridor hukum perdata yang menitik beratkan pada kepentingan pribadi.
- Dalam hutang piutang dijalankan oleh minimal 2 orang, sebagai pihak kreditur dan debitur.
- Hutang piutang dianggap sah menurut mata hukum apabila dilakukan secara tertulis maupun lisan dengan adanya saksi.
- Debitur wajib untuk suatu prestasi, yaitu melunasi hutang atau tidak membayar hutang yang selanjutnya disebur wan- prestasi
- Prestasi tersebut harus tentu atau ditentukan. Harus diketahui dalam perjanjian yang jelas, prestasi yang dijalankan harus halal dan satu kali dengan sifat sepintas.
- Tanggung jawab perdata penghutang bersifat menurun kepada keluarga penghutang. Namun pada hukum pidana, sifat hukum hutang berhenti pada penghutang todak menurun.
- Pemenuhan perutangan bertanggung jawab sesuai dengan harta yang dijaminkan.
- Eksekusi piutang tidak bisa dilakukan secara paksa dengan melakukan penyanderaan barang atau orang. yang benar adalah dengan penyitaan terhadap jaminan yang diputuskan oleh pengadilan.
- Tidak boleh ada ancaman kepada penghutang, hal tersebut akan menimbulkan masalah pidana dan akan mengakibatkan penghapusan utang.
- Perutangan tidak dilakukan sendiri melainkan bersama-sama yang berakibat hukum dengan perutangan lainnya.
Itulah hukum hutang piutang terlengkap yang dapat Anda jadikan bahan dalam menambah wawasan serta mempelajari aspek dari hutang – piutang.
Hal tersebut juga berpotensi untuk menghindari adanya wanprestasi.