Home » Ekonomi » Neraca Perdagangan dan Pengaruhnya Pada Perekonomian Indonesia

Neraca Perdagangan dan Pengaruhnya Pada Perekonomian Indonesia

NERACA PERDAGANGAN – Defisit dari neraca perdagangan selalu dijadikan sebagai sorotan serta pembicaraan yang menarik.

Pada praktiknya, ada dua sifat yang dimiliki oleh neraca yakni surplus serta defisit.

Negara akan mengalami surplus jika lebih banyak melakukan aktivitas ekspor ketimbang impor.

Sedangkan defisit akan dialami oleh suatu negara apabila nilai impor lebih tinggi ketimbang ekspornya.

Di sepanjang tahun 2019, Indonesia mengalami defisit (berdasar pada data dari Badan Pusat Statistik) dalam neraca perdagangan hingga mencapai US$ 3,20 miliar.

Akan tetapi angka ini sebetulnya lebih baik ketimbang defisit pada tahun sebelumnya yakni hingga menyentuh angka US$ 8,6 miliar.

Berdasarkan fakta di atas, tentu saja Anda ingin mengetahui lebih jauh mengenai bagaimana neraca perdagangan bisa menentukan kondisi perekonomian di suatu negara?

Untuk itu, mari, simak informasi lengkapnya di bawah ini!

Pengertian

Neraca perdagangan disebut juga dengan istilah BoT (Balance of Trade) yang merupakan perbedaan antara nilai semua barang serta jasa yang diekspor dan juga diimpor pada suatu negara di periode tertentu.

Biasanya, neraca ini akan menjadi komponen paling besar pada neraca pembayaran dikarenakan menjadi indikator dalam pengukuran semua transaksi internasional.

Negara akan melakukan publikasi laporan neraca secara periodik. Bisa dalam periode kuartal maupun bulanan.

Nantinya, hasil akan diamati pemerintah, investor, bank sentral, pemain pasar, spekulan, dan sebagainya untuk menjadi bahan pertimbangan mengambil keputusan serta kebijakan ekonomi.

Seperti yang telah dibahas di awal, bahwa neraca perdagangan mempunyai dua sifat.

Berikut akan dijelaskan mengenai kedua sifat tersebut!

Surplus dan Defisit

Istilah surplus dan defisit ternyata tidak mempunyai efek yang terlalu signifikan pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Surplus tidak selalu menunjukkan hal yang positif, begitu juga sebaliknya.

Agar ekonomi berkembang, maka faktor pendorong yang paling utama adalah tingkat konsumsi dari masyarakat serta investasi.

Surplus terjadi jika pendapatan lebih banyak ketimbang pengeluaran. Sehingga, nilai ekspor lebih tinggi dari pada nilai impor.

Pada fase resesi, neraca yang surplus akan dibutuhkan.

Sebab, pada keadaan ini, surplus perdagangan bisa membentuk penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan permintaan dari suatu barang maupun jasa.

Sedangkan pada masa ekspansi perekonomian suatu negara membutuhkan terjadinya defisit.

Hal ini dikarenakan pada masa ini jumlah barang diimpor semakin banyak tetapi harga tetap rendah dikarenakan persaingan usaha yang semakin banyak.

Suatu negara akan membuat suatu kebijakan dalam rangka menghasilkan surplus pada neraca perdagangan.

Biasanya, kebijakan ini diimplementasikan pada proteksionisme perdagangan.

Mulai dari melindungi industri di dalam negeri, subsidi impor, hingga kuota impor.

Beralih ke defisit yang artinya nilai impor lebih tinggi ketimbang ekspor. Namun, tidak selamanya defisit mempunyai arti yang negatif.

Sebab, pemerintah yang membuka keran impor akan berimbas pada semakin banyak barang yang beredar di pasaran.

Sehingga, akan mendorong persaingan usaha. Harga di pasar pun akan tetap stabil.

BACA JUGA : 6 Ciri Ciri Pasar Persaingan Sempurna Beserta Contohnya

Akan tetapi, defisit juga menjadi suatu keadaan yang tidak terlalu menguntungkan.

Sebab, apabila negara terus menerima impor, maka kemungkinan paling buruk adalah bisnis serta produk yang ada di dalam negeri tidak mempunyai nilai tambah.

Dalam jangka panjang, defisit yang tinggi bisa menjadikan merkantilisme yakni penghapusan defisit perdagangan dengan berbagai cara.

Seperti dengan menetapkan tarif impor yang tinggi  yang nantinya akan diikuti kenaikan harga.

Sehingga, akan memicu proteksionisme reaksioner yang berasal dari mitra dagang negara.

Sehingga, kemungkinannya adalah perdagangan internasional maupun pertumbuhan ekonomi menurun.

Penghitungan Neraca Perdagangan

Untuk menghitung neraca ini, dibutuhkan dua hal yang meliputi nilai impor dan ekspor.

Rumus sederhana untuk menghitung neraca perdagangan adalah mengurangi nilai ekspor dengan nilai impor barang maupun jasa.

Secara sederhana, rumusnya menjadi:

Neraca Perdagangan = Ekspor – Impor

Ekspor sendiri merupakan barang maupun jasa dalam negeri yang dijual pada orang asing.

Lain halnya dengan impor yang berarti barang maupun jasa yang dibeli penduduk di dalam negara yang mana barang tersebut adalah produksi luar negeri.

Akan tetapi, kekurangan dari perhitungan neraca ini adalah kurang akurat. Sebab, masih ada perdagangan gelap yang hanya tercatat pada satu negara saja.

Baik negara eksportir maupun importir. Sehingga,  akumulasi semua neraca perdagangan dunia tidak seimbang satu sama lainnya.

Unsur Neraca Perdagangan

Terdapat lima hal yang menjadi unsur transaksi perdagangan, diantaranya:

  1. Selisih perhitungan yang merupakan rekening untuk menyeimbangkan kredit serta debet.
  2. Transaksi satu arah yakni hadiah maupun bantuan dimana tidak ada keharusan untuk membayar atau mengembalikan dana.
  3. Transaksi modal yang meliputi kredit perdagangan negara lain serta investasi langsung yang berasal dari luar negeri.
  4. Transaksi barang serta jasa yakni meliputi transaksi ekspor dan impor barang serta jasa.
  5. Lalu lintas moneter.

Dampak Defisit pada Neraca Perdagangan

Defisit pada suatu negara menandakan ekonominya melemah dan juga menyebabkan beberapa dampak. Berbagai imbasnya akan dibahas pada ulasan di bawah ini:

1. Mata Uang Melemah

Impor yang tinggi akan membuat neraca perdagangan mengalami defisit. Rasio impor melambung bisa diartikan sebagai kebutuhan mata yang asing yang semakin meninggi.

Sehingga, rupiah yang ditukarkan dalam bentuk dolar menjadi lebih besar ketimbang mata uang dolar ke rupiah.

Dengan begitu, permintaan terhadap rupiah pun akan membuat mata uang menjadi semakin lemah.

Dengan begitu, Bank Indonesia pun harus menggunakan cadangan devisa agar laju pelemahan rupiah bisa ditahan.

2. Inflasi Meningkat

Mata uang yang melemah akan menyebabkan harga barang menjadi naik terlebih untuk berbagai barang impor.

Sehingga, inflasi ikut naik serta daya beli masyarakat menurun. Jika terjadi terus menerus, inflasi akan membuat perekonomian menjadi lambat, bahkan lumpuh.

3. Dinaikkannya Suku Bunga Acuan

Suku bunga acuan yang naik juga menjadi dampak dari defisit perdagangan. Hal ini dikarenakan rupiah melemah dan mendongkrak inflasi.

Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa banyak barang produksi yang tergantung dari bahan baku impor.

Rupiah yang melemah akan membuat bahan baku mempunyai harga yang relatif lebih tinggi.

BI pun tidak akan bersedia untuk menaikkan suku bunga acuan yang disebabkan adanya inflasi yang meningkat.

Suku bunga yang tinggi membuat banyak orang memilih untuk menyimpan uangnya di bank.

4. Masuknya Investasi Asing

Mata uang yang melemah akan menjadi keuntungan untuk beberapa investor agar bisnis bisa berkembang.

Investor juga akan membeli surat utang untuk dijual pada negara dan swasta dengan jumlah yang besar.

Sehingga, negara akan mendapatkan keuntungan karena modal yang masuk akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Defisit perdagangan tidak berbahaya untuk perekonomian jangka panjang.

Hal ini dikarenakan mata uang akan kembali pada negara dalam bentuk yang berbeda, seperti investasi asing ini.

Demikian pembahasan mengenai neraca perdagangan beserta perhitungan, unsur, serta dampaknya untuk suatu negara.

Dengan mengetahui tentang neraca ini, maka Anda pun bisa lebih bijak menilai ketika menyimak tentang data statistik perdagangan Indonesia setiap tahunnya. Semoga bermanfaat.

DONASI SEKARANG Jika bermanfaat, berikan donasi kepada penulis untuk biaya kelola Taukan.com . Terima kasih :)

Tinggalkan komentar